Industri mode memiliki sisi gelap yang jauh lebih kelam dari yang kita sadari. Tanpa kita sadari, bahan-bahan ini ternyata menyakiti alam.
Pakaian adalah salah satu pencemar terparah dan mendatangkan malapetaka ke lingkungan kita di beberapa negara di dunia, mempengaruhi kesehatan manusia dan satwa liar dengan konsekuensi yang mengerikan. Banyak serat yang dijual di toko-toko terkenal mengancam satwa— dan kita tidak berbicara tentang dampak langsung dari perdagangan bulu.
Inilah lima bahan pakaian umum yang mungkin tidak Anda sadari merusak satwa liar dan ekosistem.
Sweter kasmir murah mempengaruhi stepa Mongolia
Padang rumput Mongolia dan para penggembala serta margasatwa yang hidup di dalamnya—termasuk macan tutul salju, rubah korsak dan marmut bobak—saat ini sedang dalam ancaman serius.
Stepa sudah terdegradasi karena perubahan iklim, menyebabkan erosi tanah dan mengeringnya danau dan sungai.
Sekarang terjadi penggembalaan berlebihan dengan meningkatnya hewan sebanyak tiga kali lipat sejak 1990-an sehingga menyebabkan penurunan yang signifikan.
Studi menunjukkan bahwa 80 persen dari 70 persen degradasi lahan rumput disebabkan oleh penggembalaan yang berlebihan.
Faktor utama yang mendorong kegiatan ini? Permintaan pasar global akan kasmir yang lebih murah.
Kambing, yang memiliki lapisan bawah yang lunak dan berbulu halus, digunakan untuk membuat sweter kasmir, lebih destruktif dibanding ternak lainnya, seperti domba, dan Mongolia adalah produsen kasmir terbesar kedua di dunia.
Mencuci bahanfleece dapat menghambat pertumbuhan kepiting
Kita tahu bahwa volume plastik, dari bulir yang lebih kecil dari 1mm ke botol plastik, yang mencemari lautan dan saluran air sudah berada pada level bencana bagi satwa liar yang hidup di dalamnya.
Namun yang kurang diketahui adalah bahwa salah satu rutenya adalah melalui mesin cuci kita.
Ketika pakaian yang terbuat dari serat sintetis (poliester, nilon, akrilik) dicuci di mesin, jutaan serat mikro kecil dilepaskan dari tempat pengolahan air ke laut, sungai dan danau.
Serat-serat tersebut mengandung bahan kimia beracun, yang melekat pada bahan atau melalui penyerapan deterjen dan racun lainnya, yang berdampak buruk pada ekosistem perairan, mentransfer polutan ke jaringan hewan.
Studi menunjukkan konsumsi serat mikro oleh berbagai spesies, termasuk kepiting, lobster, ikan, kura-kura, penguin, anjing laut, lembu laut dan berang-berang laut.
Serat mikro bahkan telah ditemukan dalam makanan yang kita makan. Situasi ini merupakan berita buruk bagi satwa liar: serat-serat itu dapat memblokir saluran pencernaan dan merusak lapisan perut yang mengurangi aktivitas makan sehingga kelaparan.
Viscose, rayon dan deforestasi
Bubur kertas yang dilarutkan, atau bubur kayu yang diputihkan, adalah bahan dasar untuk viscose dan rayon, serat yang digunakan dalam banyak pakaian oleh industri mode.
Apa yang Anda mungkin tidak tahu adalah bahwa bubur kertas sering diambil dari pohon-pohon di hutan terancam atau purba.
Ini berarti bahwa pakaian yang kita beli dan kenakan berkontribusi langsung terhadap deforestasi dan perusakan habitat.
Saat ini, lebih dari 150 juta pohon ditebang untuk dijadikan pakaian. Meskipun ada beberapa merek besar yang mendapatkan viscose dari hutan bersertifikat lestari, jumlah pohon yang ditebang untuk viscose meningkat di hutan-hutan di Indonesia, Kanada dan Amazon.
Deforestasi juga berdampak pada perubahan iklim, karena karbon disimpan di pohon.
Kebiasaan fesyen ini sangat merusak: habitat hutan adalah rumah bagi populasi keanekaragaman hayati dari ribuan spesies, dengan banyak yang sudah langka dan terancam punah.
Berapa banyak air?
Hanya karena katun bukan serat buatan, bukan berarti serat ini berkelanjutan. Bahkan, katun telah menjadi salah satu tanaman paling tidak berkelanjutan di planet ini.
Sebagai permulaan, katun menggunakan begitu banyak air yang berkontribusi terhadap kekurangan air tawar di seluruh dunia. Butuh 2.700 liter air hanya untuk membuat satu kaos katun.
Di Kazakhstan, ini menyebabkan kehancuran Laut Aral dan spesies penghuninya.
Selain itu, pembuatan katun membutuhkan pestisida dan bahan kimia berbahaya tingkat tinggi, yang larut ke saluran air dan tanah. Produksi kapas bertanggung jawab atas 22,5 persen penggunaan insektisida secara global.
Mengingat prediksi terbaru tentang penurunan serangga, ini membuat proses yang lebih berkelanjutan bahkan lebih mendesak.
Pakaian cepat
Dalam beberapa tahun terakhir, pengecer telah meningkatkan jumlah koleksi pakaian yang mereka rilis setiap musim.
Beberapa merek mengeluarkan pakaian baru beberapa kali seminggu. Ini adalah bagian dari budaya murah dan sekali pakai yang dikenal sebagai 'pakaian cepat'.
Setiap tahun, 100 miliar garmen baru yang terbuat dari serat baru diproduksi, banyak di antaranya segera berakhir di TPA. Ini menghasilkan jejak karbon yang sangat besar.
Poliester dan nilon, misalnya, dibuat menggunakan bahan bakar fosil. Produksi katun juga membutuhkan sejumlah besar karbon dioksida.
Pakaian cepat juga mengarah ke polusi dengan bahan kimia tingkat tinggi yang berbahaya masuk ke lingkungan kita.
Harga gaun mungkin hanya beberapa rupiah untuk konsumen, tetapi ada biaya tersembunyi untuk lingkungan yang lebih luas, baik untuk pekerja bergaji rendah dalam kondisi yang buruk, dan untuk ekosistem dan spesies lainnya.
Jadi, apa yang bisa Anda lakukan?
Ada beberapa bahan yang tersedia yang lebih baik untuk alam seperti bahan viscoseberkelanjutan yang terbuat dari pohon, dan wol berkelanjutan. Tetapi untuk benar-benar berdampak, kita bisa membeli lebih sedikit dan menyukai apa yang kita beli. Baca juga bagaimana Anda bisa melawan keinginan belanja selama setahun penuh.
• Tukar pakaian dengan teman dan keluarga saat Anda tidak lagi menginginkannya
• Memperbaiki pakaian dan sepatu usang daripada membuangnya
• Cari merek yang berkelanjutan dan lihat perjalanan yang telah dilalui produk
• Beli barang berkualitas yang akan bertahan lebih lama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar