Rencana pemberian gaji pengangguran bisa menjadi bumerang bagi Jokowi, seiring banyak pihak menyerukan protes dan pertentangan terhadap rencana tersebut. Rencana ini—yang secara luas dikenal sebagai “kartu pra-kerja“—dilihat dapat menjadi beban negara dan menambah utang baru. Oposisi juga melihat bahwa ini bukanlah solusi untuk mengentaskan pengangguran, melainkan dengan menciptakan banyak lapangan kerja.
Oleh: Tabita Diela (Reuters)
Para ahli ekonomi dan pejabat oposisi Indonesia, telah mempertanyakan kelayakan rencana Presiden Joko Widodo untuk memberikan gaji pengangguran, dengan alasan anggaran nasional yang sudah ketat dan membengkaknya utang di perusahaan-perusahaan milik negara.
Jokowi—yang maju kembali dalam Pilpres 2019 pada bulan April mendatang—menjanjikan tunjangan tunai pada minggu lalu untuk para lulusan dari keluarga miskin dan pengangguran, jika ia memenangkan masa jabatan kedua, tetapi tidak menjelaskannya secara rinci.
Beberapa tokoh oposisi melihat rencana itu—yang secara luas dikenal sebagai “kartu pra-kerja”—sebagai praktik populis untuk mengumpulkan suara menjelang Pilpres 2019 pada 17 April mendatang, yang merupakan pengulangan Pilpres 2014 di mana Jokowi melawan seorang pensiunan jenderal, Prabowo Subianto.
“Program ini akan menambah beban negara dan akan didanai oleh utang baru,” kata ekonom Bhima Yudhistira Adhinegara dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menunjuk pada defisit dalam anggaran dan rasio pajak yang rendah.
Indonesia bertujuan untuk mempertahankan defisit fiskal sekitar 1,84 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini, atau sekitar Rp296 triliun, naik dari 1,76 persen dari PDB, atau sekitar Rp260 triliun, pada tahun 2018.
Pengangguran—yang mencakup 7 juta orang pada Agustus 2018—berada di antara jumlah pengangguran tertinggi di Asia Tenggara, dan membentuk sekitar 5 persen dari populasi, data pemerintah menunjukkan. Sebagian besar dari mereka adalah lulusan sekolah kejuruan.
Indonesia perlu menemukan Rp84 triliun setiap tahun jika pemerintah memutuskan untuk membayar Rp1 juta sebulan untuk gaji pengangguran, kata Adhinegara.
Jokowi juga menjanjikan makanan bersubsidi untuk keluarga miskin dan program untuk memastikan pendidikan tinggi bagi lulusan sekolah menengah.
Rencana tersebut akan menjadi perpanjangan dari skema yang sudah ada, yang akan memakan biaya pemerintah sekitar Rp72 triliun tahun ini.
Indonesia memperkenalkan Kartu Indonesia Sehat pada tahun 2014 dan menjamin pendidikan gratis untuk anak-anak hingga 12 tahun, tetapi tidak memberikan kesejahteraan bagi para pengangguran.
Para politisi oposisi juga bertanya bagaimana dana tersebut akan dikumpulkan.
“Itu bukan solusi,” Fadli Zon, dari oposisi utama Partai Gerindra, mengatakan kepada Detik.com. “Solusinya adalah menciptakan lapangan kerja yang mudah.”
Namun, dia tidak memberikan rincian. Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional Jokowi, Usman Kansong, mengatakan bahwa skema itu menyediakan dana untuk waktu yang tetap, untuk memungkinkan pelatihan bagi lulusan sekolah menengah dan universitas yang “kurang mampu”.
Dana tersebut akan datang dari anggaran nasional, tetapi jumlah dan lamanya belum diputuskan, ia menambahkan, di mana seorang pejabat tim kampanye Jokowi memimpin sebuah kelompok untuk menuntaskan rinciannya.
Usman mengatakan bahwa sebuah sistem akan dibentuk untuk mengendalikan anggaran dan hanya fokus pada keluarga miskin.
Penyuntingan oleh Kanupriya Kapoor dan Clarence Fernandez.
Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata Politik.
Keterangan foto utama: Calon presiden Indonesia Joko Widodo berbicara saat debat dengan lawannya Prabowo Subianto di Jakarta, Indonesia, pada 17 Februari 2019. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar