Kamis, 23 Agustus 2018

Mendes Optimis Kemiskinan Pedesaan Turun Lebih Cepat di 2019


Menteri Desa Eko Putro Sandjojo menargetkan peningkatan alokasi dana desa tahun depan bakal mempercepat laju penurunan kemiskinan pedesaan.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah mengalokasikan Rp73 triliun untuk dana desa atau Rp973,9 juta per desa. Angka itu meningkat dari alokasi tahun ini US$60 miliar atau Rp800,5 juta per desa. 

"Yang jelas lajunya (penurunan kemiskinan pedesaan) harus lebih besar dari sekarang," ujar Eko di kantor Kemeterian Koordinator Bidang Kemaritiman, Selasa (21/8).

Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat tingkat kemiskinan penduduk Indonesia per Maret 2018 sebesar 9,82 persen atau sekitar 25,95 juta orang.


Di perkotaan, tingkat kemiskinan turun dari 7,26 persen pada September 2017 menjadi 7,02 persen pada Maret 2018 atau sebesar 128,2 ribu orang dari 10,27 juta orang menjadi 10,14 juta orang. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun dari 13,47 persen menjadi 13,20 persen atau 505 ribu orang dari 16,31 juta orang menjadi 15,81 juta orang.

"Kalau akselerasi penurunan kemiskinan di desa bisa kit pertahankan maka dalam tujh tahun ke depan itu jumlah orang miskin di desa akan lebih kecil dibandingkan orang miskin di kota," ujar Eko.

Penurunan kemiskinan di pedesaan, lanjut Eko, tidak hanya berasal dari dana desa. Dalam APBN 2019, lanjut Eko, setidaknya program untuk pengembangan desa melibatkan 19 Kementerian/Lembaga (K/L) yang anggaran mencapai Rp500 triliun, terdiri dari program kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial.Di sisi lain, Eko mengingatkan bahwa pada tahap awal, penurunan angka kemiskinan pedesaan akan cenderung memperlebar ketimpangan. Namun, hal tersebut hanya bersifat sesaat. 

Menurut Eko, kenaikan ketimpangan akan terjadi lantaran peningkatan pendapatan penduduk desa akan diiringi dengan konsumsi yang besar. Adapun indikator ketimpangan dihitung dari konsumsi.

"Kenaikan pendapatan 20 persen golongan terkaya di desa itu menimbulkan kenaikan belanja juga. Yang tadinya enggak beli motor jadi beli motor, yang tadinya enggak beli mobil jadi beli mobil," ujarnya.

Hal itu berbeda dengan kondisi perkotaan yakni kenaikan pendapatan 20 persen orang terkaya tidak sepenuhnya menimbulkan kenaikan belanja karena sebagian pendapatan ada yang diinvestasikan atau ditabung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar