Rabu, 12 Desember 2018

Ekspor Makanan dan Minuman Berpeluang di Pasar Rusia

ilustrasi

Pasar Rusia menyimpan potensi dan peluang yang cukup besar, bagi pengusaha maupun pelaku UKM bidang makanan dan minuman (mamin) di Indonesia.Disebutkan, permintaan produk-produk mamin asal tanah air tumbuh pesat.
Pintu masuk produk Indonesia ternyata bukan lewat Moskow, melainkan kawasan timur Rusia. Tepatnya Kota Vladivostok.
Dubes RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus M. Wahid Supriyadi menyebutkan bahwa peluang besar ekspor Indonesia ke Rusia ada pada makanan.
“Misalnya, makanan kaleng. Kita sudah menerima banyak permintaan di Vladivostok,” terangnya, dilansir JawaPos.
Termasuk buah-buahan kemasan kaleng, teh, dan kopi. Bahkan, ada satu importer yang hanya meminta satu jenis kopi instan dari satu merek, yakni Good Day jenis 3 in 1. Ekspor makanan lain pun punya peluang besar. “Karena makanan di sini (rata-rata) plain (polos),” ungkap Wahid.
Wahid menuturkan, memasukkan produk Indonesia via Vladivostok lebih efektif. Sebab, pengiriman lewat jalur laut hanya memakan waktu 16 hari.
Pasar Rusia mencakup lebih dari 140 juta penduduk. Ditambah lagi, Indonesia berpeluang masuk ke negara-negara anggota Euroasian Economic Union yang bekas pecahan Uni Soviet. Yaitu, Rusia, Armenia, Belarus, Kazakhstan, dan Kirgistan. Total pangsa pasarnya mencapai 180 juta penduduk.
Saat ini, dalam mengekspor barang ke Rusia, Indonesia memang masih dikenai pajak 18 persen. “Tapi, kalau sudah tanda tangan kerja sama dengan Euroasian itu, bea masuk kita bisa 0 persen,” ungkap pria asal Kebumen tersebut.Lebih lanjut, menurut Wahid, yang lebih penting saat ini adalah mengubah pola pikir masyarakat Indonesia, terutama pelaku usaha, terhadap Rusia. “Karena masih obsesif dengan Soviet,” kata Wahid. Rusia saat ini sudah berbeda dengan era Uni Soviet.
Di luar ekspor, Wahid sedang mendorong para pengusaha Indonesia membuka pabrik di Rusia. Khususnya pabrik makanan berbahan dasar gandum. Rusia, sebut Wahid, merupakan produsen gandum terbesar dunia. Pada 2017, produksinya mencapai 135 juta ton selama setahun.
Tidak jarang, gandum yang tidak terserap akhirnya dibuang. “Saya sudah coba mendekati Indomie (Indofood) dan lainnya karena Korea Selatan sudah membuka pabrik di sini,” ujarnya.
Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat bila Indonesia membuka pabrik di Rusia. Yang utama, tentu saja Indonesia tidak perlu mengekspor mi instan ke Rusia. Biaya ekspor mi instan cukup mahal. Kedua, Indonesia akan lebih mudah masuk pasar Euroasian Economic Union.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar